Nah di beberapa susunan agendanya ternyata adala lomba cerpen, and lombanya menyangkut tentang ke-Indonesia-an, juga Impian gitu. I was Interested... yau sudah aku coba deh iseng-iseng ikut lombanya tanpa persiapan dan tanpa inspirasi sedikit pun. Akhirnya hari pengumumanpun tiba. Dan ternyata...
eng...ing...eng... aku kalah...!!!
Sedih sich, tapi tak apalah, mungkin belum waktunya hehehe...
dan ini dia cerpen yang aku lombain...
KAKEKKU
PAHLAWANKU
(Oleh: Suci
Kusmayanti)
“Kakek, aku terlambat lagi...!” teriak gadis kecil, berlarian
dengan seragam merah putihnya.
“Kamu itu, memang orang Indonesia sejati hahaha...” canda kakeknya.
***
Mia. Gadis
kecil yang masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar. Ayahnya tewas dalam
kecelakaan lalu lintas ketika sedang bekerja sebagai supir taksi. Saat itu usia
Mia baru menginjak 7 bulan dalam kandungan. Sedih, pastinya tapi ia tetap
tumbuh menjadi gadis yang ceria, karena ada sosok baik hati yang menggantikan
ayahnya, dia adalah kakeknya.
Kakek Mia yang
sudah sangat lanjut usia itu dekat dengannya, ia adalah salah satu Veteran
Pejuang Kemerdekaan dalam Perang Kemerdekaan pada tahun 1945-1949 dahulu kala.
Walaupun sekarang ia tak segagah dulu, dan hanya seorang pengayuh becak, tapi
Mia bangga pada kakek.
***
Pagi ini untuk
kesekian kalinya Mia telat datang ke kelas, pastinya kakek harus mau mengayuh
becaknya lebih cepat agar cucu satu-satunya itu bisa sampai tepat waktu ke
sekolah. Dalam perjalanan menuju sekolahnya yang bertempat di sekitar Jakarta,
Mia selalu saja banyak tanya tentang apa yang ia lihat di jalan yang ia lewati.
Misalnya bertanya tentang lampu lalu lintas, tentang rambu, kenapa begini dan kenapa
begitu. Ia gadis yang pintar.
Tak lama, Mia
pun sampai ke sekolah, ia langsung melompat dari becak kakek dan terus
memusatkan pandangannya kearah pintu gerbang sekolah yang siap untuk di tutup
oleh pak satpam. Sambil berlari menuju gerbang, tak lupa Mia melambaikan tangan
ke arah kakek di belakangnya.
“DADAH
KAKEK...!!!” teriaknya. Kakek menanggapinya dengan senyum sembari melambaikan
tangan kanannya ke arah cucunya yang mulai tak kelihatan, tertutup pintu
gerbang sekolah.
***
Pagi ini
gurunya mengajarkan materi tentang sejarah Indonesia dan ia ceritakan bagaimana
kisah peperangan, mengenali pahlawan yang berjasa, dsb. Materi itu sengaja di
pilih oleh gurunya karena beberapa hari lagi sekolah akan mengadakan acara “Aku
Cinta Indonesia” tepat di hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 mei nanti. Dan
pada acara itu akan ada lomba baca puisi ke Indonesia an.
Mia sangat
antusias mendengar cerita itu, bahkan pelajaran itu tak terasa menurutnya. Saat
mendengar kisah-kisah pahlawan, Mia merasa sangat kagum sekaligus bangga karena
kakeknya juga adalah pahlawan. Tapi ia merasa aneh, kenapa nama kakeknya tidak
ada dalam buku cetak IPS nya itu. Ia pun mulai beripikir.
***
Akhirnya
tibalah jam pulang sekolah, Mia seperti biasa berlari menuju rumahnya dengan
amat semangat. Sungguh anak yang penuh energi.
Sampai di rumah
ia langsung menghampiri ibunya yang sedang berdagang ketoprak di depan
rumahnya. Ia menyambut tangan ibu dan menyalaminya. Dengan senyum lebarnya yang
memperlihatkan gigi ompongnya, Mia bertanya pada ibunya.
“Ibu, kakek Mia
itu pahlawan yah??” tanya Mia, semangat.
“Iyah, kan
kakek sering cerita sambil nyodorin baju seragam perangnya, masa Mia lupa...”
tutur ibunya sembari mengelus rambut Mia yang diikat rapi dengan pita berwarna pink.
Mendengar hal itu senyum Mia semakin lebar selebar hatinya saat itu. Ia berlari
ke kamarnya dan mengambil buku tulis juga pensilnya dan menulis isi hatinya.
***
Entah ada apa
dengan Mia akhir-akhir ini, ia sering meminta ijin pada kakek untuk melihat
seragam perangnya, selalu minta di ceritakan ulang tentang pengalaman
perangnya, dan hal lainnya yang menganehkan, membuat ibu dan kakeknya
kebingungan. Apalagi setiap makan malam Mia selalu mengingatkan kakek dan
ibunya agar hadir dan duduk di kursi paling depan saat acara sekolah nanti,
karena Mia ingin mereka melihat dirinya tampil sebagai peserta lomba baca
puisi.
Hingga akhirnya
hari yang dinanti pun tiba. Dengan semangat Mia melangkah menuju sekolah dengan
di tuntun oleh ibunya. Hari ini adalah hari penting baginya. Bahkan ia memohon
pada ibunya agar menyetrika ulang seragam merah putihnya, agar benar-benar
terlihat rapi saat ia tampil nanti. Walau memang hari ini kakeknya tidak bisa
berangkat bersama karena mengantar tetangganya ke Rumah Sakit.
***
Satu demi satu
peserta terus tampil, semua orang tua dan wali mereka begitu bangga melihat
anak mereka tampil. Kini giliran Mia untuk maju kedepan dan sampai detik ini
kakek belum datang juga.
Mia sangat
khawatir dan kecewa, kertas puisi yang ia tulis sudah mulai lecek karena di genggam
terlalu kuat. Matanya mulai berkaca-kaca ketika melihat kursi paling depan yang
ia sediakan untuk kakeknya masih kosong, hanya ada ibunya yang sedang tersenyum
di sebelah kursi kosong itu. Puisi pun dimulai, ia berkata “Puisi ini Mia tulis
buat kakek Mia, yang ampe skarang....” kata-katanya terhenti, nafasnya sesak,
ia kecewa. “Buat kakek Mia yang ampe skarang belum datang... KAKEKKU
PAHLAWANKU...!!!”.
***
“Mia sayang kakek...!!!” kata terakhir dari
puisinya. Lalu tepat saat Mia mengusap air mata kecewanya, tiba-tiba saja dari
arah pintu utama, kakek datang dan memanggilnya.
Mia yang sedang
kecewa, langsung turun dari panggung berlari menuju kursi ibunya dan menangis
sembari mengeluh di pelukan sang ibu “Mia benci kakek bu...”.
Kakek menghampiri Mia, menyodorkan sebuah permen
lolipop dan berkata “Maafin kakek yah, kakek tahu pasti penampilan kamu bagus,
jadi kakek bawain hadiah buat kamu”. Mia tergoda dengan permen kesukaannya itu,
ia mulai tersenyum dan memeluk kakeknya.
***
Beberapa saat
kemudian, pengumuman pemenang di mulai, semua peserta menjadi tegang. Panitia
membacakan satu persatu nama pemenangnya secara acak, baik itu juara tingkat
1-3 maupun harapan 1-2.
“Pemenang
pertama adalah...... Andy....!!!” prok...prok...prok.... Nama
demi nama terus di sebut, tapi nama Mia belum juga keluar, hati Mia semakin
ciut. Lalu tak di sangka.
“Dan yang
terakhir, pemenang ke-3 adalah.... Mia........!!!” prok...prok...prok...
Mia langsung terperanjat
kaget, senyumnya mulai merekah. Mia berbisik pada panitia, memohon sesuatu,
panitia pun tersenyum dan mengiyakannya. Dengan lantang Mia membacakan puisi
itu. “KAKEKKU PAHLAWANKU...!!!” teriak Mia.
“Aku punya
kakek, kakekku sangat hebat, ia adalah pahlawanku, setiap aku telat ia selalu
berjuang mengantarku ke sekolah, saat aku susah, kakek membantuku, saat Indonesiaku
susah pun kakek membantunya pake seragam ijo yang penuh dengan gambar-gambar
kecil (pangkat tentara), kakekku sangat kuat, walaupun tiap hari membawa
becak, tapi kakek masih kuat gendong
aku, semua sayang kakek, ibu sayang kakek, Mia sayang banget sama
kakek...” puisi pun selesai. Kakek yang mendengarnya mulai berkaca-kaca, begitu
indah jasanya bisa dihargai dengan puisi sederhana. Ia terharu.
Kakek
menghampirinya ke atas panggung, mendekapnya erat. Setelah itu Mia berdiri
tegap dihadapan kakeknya dan berteriak. “BUAT KAKEK MIA, HORMAT....
GERAK...!!!!!!!!!!!!” berteriak dengan tegap dan sikap hormat. Begitu juga
dengan para tamu undangan, yang ikut berdiri dan ikut memberi hormat pada
kakek. Riuh suara tepuk tangan pun menggemakan seisi ruangan.
~TAMAT~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hai! Apa katamu?