Cerpen: Dan Ku pun Jatuh Cinta

(oleh: Suci Kusmayanti)

“Ya Rabb…apa sebenarnya hikmah dibalik semua ini, mengapa aku harus menikahi seorang pria yang tidak kucintai bahkan tidak kukenal, apalagi ketika aku sudah memantapkan hatiku pada seorang pria lain, tapi kenapa wajahnya selalu hadir didalam mimpiku Ya Rabb, kenapa…?akankah ada hikmah dibalik semua ini…?”

***

Kasihan Mayang, hingga saat ini ia masih saja meratapi pernikahannya dengan Rio yang jelas-jelas tidak ia kenal apalagi ia cintai, tapi karena sebuah perjodohan dari orang tuanya maka Mayang pun menrima perjodohan itu demi orang tua yang sangat ia sayangi. Padahal dikala itu ia sudah memantapkan pilihannya pada seorang pria bernama Rian yang sudah menjalin hubungan dengannya selama hampir satu tahun lamanya.

Disetiap tahajjudnya, Mayang tidak pernah lupa menyelipkan do’a harapannya agar ia bisa bersabar dan selalu diberikan hikmah atas apa yang terjadi padanya. Bahkan saking perihnya, air matapun selalu pecah membanjiri wajahnya yang terlihat makin murung itu. Ia terus menangis sesenggukan seakan malam itu hanya miliknya dan Tuhannya saja. Padahal, diam-diam Rio selalu berada dibelakangnya,  mendengarkan do’anya, dan merenungkannya, ” maafkan mas, Mayang! mas janji akan membuat kamu tersenyum kembali, dan akan memberikanmu kebebasan walau harus memutuskan tali pernikahan kita, tapi sungguh saat ini mas belum siap, bersabarlah hingga mas siap menerima semua ini” gumam Rio sembari menatap kearah Mayang.

Keragu-raguan, dan kekesalan selalu saja menghantui diri Mayang padahal pernikahan itu sudah berlangsung 10 bulan lamanya, terlebih jika Mayang membaca sms romantis dari Rian, sang mantan kekasihnya itu. Kebencian Mayang terhadap pernikahannya semakin bertambah saja. 

Pagi itu, tatkala Rio akan pergi bekerja, dengan lembut ia usap ubun-ubun kepala Mayang dan mencium kening Mayang dengan hangat walaupun sebenarnya ia tahu bahwa Mayang tidak akan membalas kehangatan itu. Namun, Rio tetap bersabar.

Beberapa hari kemudian, tak diduga Mayang mengalami kecelakaan,

ia mengalami tabrak lari saat ia sedang menyebrang menuju pasar. Alhasil Mayang pun dilarikan ke Rumah Sakit terdekat. Dan setelah dipriksakan oleh Dokter, rupanya Mayang mengalami keretakan tulang lutut, akibat benturan hebat dengan sepeda motor yang menabraknya.

Dan mau tidak mau kini kaki Mayang harus diperban, dan harus menggunakan tongkat ketika berjalan. Kini Rio harus ekstra perhatian pada Mayang, apalagi saat Dokter mengatakan agar sebaiknya Mayang tidak terlalu banyak berjalan agar proses penyembuhannya bisa lebih cepat. Perhatian demi perhatianpun terus terjadi.

***

Ternyata perhatian tulus yang diberikan Rio pun meluluhkan hati Mayang yang selama ini dingin pada Rio, bahkan yang tadinya tidak suka diajak bicara kini malah ia yang memulai pembicaraan. Seperti yang terjadi saat makan malam.

“Mas, ahm…apakah mas benar-benar mencintai Mayang?” dengan serba salah Mayang melontarkan pertanyaannya itu. Rio terdiam sejenak, lalu tiba-tiba saja ia tersenyum simpul penuh kehangatan, sehingga membuat jantung Mayang berdebar.

“Bukankah sepasang suami istri memang saling mencintai, jadi untuk apa dipertanyakan?”

“Maafkan Mayang mas, mas begitu tulus mencintai Mayang, padahal…” Rio pun langsung memotong pembicaraan Mayang, seakan tahu apa yang akan ia katakan.

“Oh iya, bagaimana makanannya enak tidak? Ini mas beli di Restoran Padang sebrang kantor mas loh” berkata dengan penuh senyum.

Dan dengan senyum terpaksa Mayang pun menjawab “hmm…rasanya lumayan enak, tapi mas Mayang…” berusaha menanyakannya lagi.

“Kamu tahu, restoran itu langganan mas sewaktu bujangan, saking rajinnya membeli, pemiliknya sampai memberi diskon…hehehe” berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Hehehe…ya ampun, bener mas? Duh malu-maluin deh suamiku ini…”

Dan akhirnya Mayang pun mulai terbawa suasana sehingga tak disengaja kata hangat yang selama ini Rio harapkan keluar juga dari mulut Mayang. Tanpa sadar Mayang wajah Mayang langsung merona kemerahan, malu akan perkataan yang tak sengaja. Seketika itu pula keduanya pun terdiam. Seakan kehabisan kata.

Setelah makan malam selesai, Mayang pun pergi menuju kamar, dengan terlunta-lunta. Namun, dengan sigap Rio bangun dari kursinya dan langsung menggendong Mayang menuju kamarnya. Mayang pun terperanjat kaget, dan disaat itulah jantung Mayang seakan berdegup lebih kencang dari biasanya.

“Kata dokter kamu itu belum boleh banyak berjalan” berkata Rio sembari melemparkan senyum manisnya sehingga membuat Mayang semakin gugup dihadapannya, apalagi disaat mereka bertemu pandang, rasanya ada hembusan angin yang menyejukkan hati Mayang. Dalam hatinya ia bergumam “Ya Rabb…perasaan apakah yang sedang melanda hatiku ini, kenapa rasanya begitu menyesakkan dada…?!”.

Setelah Rio membaringkan Mayang dan merapikan selimutnya, dengan lembut Rio berkata...

“Trima kasih untuk senyummu malam ini…” ujarnya.

Mendengar perkataan mas Rio, Mayang jadi semakin bingung, karena rasa sesak itu muncul kembali mengisi rongga dadanya bahkan mampu membuat Mayang menahan nafas sejenak. “Tri...trima kasih juga atas makan malamnya mas…” sahut Mayang dengan terbata-bata.

***

Tak terasa tibalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang pertama. Tak disangka rupanya Rio telah menyiapkan sesuatu untuk istrinya. Sebuah Candle Light Dinner kecil-kecilan yang sudah ia rencanakan sebelumnya. Mayang pun amat terharu, apalagi saat Rio memberikan gaun merah yang indah sebagai kado anniversary-nya untunglah saat itu kaki Mayang sudah sembuh sehingga ia bisa memakai gaun indah yang mampu membuat Rio terpesona saat Mayang memakainya. ”Subhanallah cantiknya bidadariku ini, akankah aku bisa memiliki cinta tulusnya…” gumam Rio sembari menatap Mayang penuh arti.

Obrolan hangatpun terjadi diantara mereka, canda dan tawa selalu terselip diantaranya, suasana seakan menjadi lumer. Namun, tiba-tiba saja suasana menjadi serius saat Mayang berkata…

“Mmm…mas, maafin Mayang yach, karena Mayang tidak bisa memberikan kado buat mas, padahal mas sudah memberikan sebuah gaun yang cantik sekali buat Mayang”

“Mas tidak pernah mengharapkan apa-apa kok, lagipula apa sich yang enggak buat istriku ehm dan ada satu lagi yang pasti bisa membuat kamu bahagia tapi tutup mata dulu yach!”

Rio pun mengeluarkan sebuah benda berukuran map yang digulung dengan pita merah, perasaan tidak enakpun mulai menyergap hati Mayang disaat ia membuka mata.

“Happy anniversary, Mayang istriku!!!” sembari menyodorkan map tersebut.

Dengan perlahan ia buka pita merah itu, dan seketika itu pula matanya terbelalak, bahkan membuat Mayang tidak bisa berkata-kata, ia pun terdiam membisu.

“Surat perceraian, bukankah itu yang kamu harapkan selama ini, walau sebenarnya hati ini hancur ketika harus menandatangani surat itu namun, aku rela berkorban demi kebahagiaanmu, semua persyaratan sudah aku lengkapi hanya kurang tanda tanganmu"

Lagi-lagi Mayang hanya bisa terdiam membisu.

***

Kejadian malam itu cukup membuat Mayang merasa dilema, “Ya Rabb, kenapa aku jadi bingung dikala Engkau mengabulkan doaku, kenapa aku sedih dikala mendapat sesuatu yang kuharapkan, akankah rasa benci ini sudah pudar, lalu bagaimana perasaanku terdadap Rian? mungkinkah aku mulai melupakannya? sungguh tidak mungkin...” gumam Mayang dalam hatinya.

Mayang menjadi semakin bingung, apalagi ketika didapatinya Rio yang sedag sibuk berkemas, seperti akan pergi tidak akan kembali.

“Secepat inikah mas akan pergi?” tanya Mayang.

“Lagi pula tidak ada gunanya mas berlama-lama di sini kan?” sembari tersenyum masam.

 Hati Mayang sakit, kebimbangannya semakin bertambah saat mendengar perkataan Rio.

***

Pagi-pagi sekali Mayang sudah menampakan wajah pucatnya, setelah ia tahu disampingnya kini tidak ada lagi sosok hangat itu, yang ada hanyalah kesunyian. Mayang termenung cukup lama, bahkan sesekali air matanya mengalir, hingga akhirnya ia pun menyadari, betapa sakit rasanya kehilangan sosok yang dulu ia benci. ”Ya Rabb, apakah aku mulai jatuh cinta?, yakinkanlah hatiku ini Ya Rabb…” dia pun menangis kembali.

***

Tiga hari sudah Mayang sendirian di rumahnya, dia terus memandang kearah pintu, seakan mengharap kedatangan sosok hangat itu, bahkan sms dari Rian pun tidak ia hiraukan dan ia hapus hingga saat ini ia masih merasa bingung.

Lagi-lagi Mayang pun menangis, ia terus bergumam sembari menelungkupkan tubuhnya, “Ya Rabb berikanlah aku kepastian…tunjukkanlah aku seseorang yang benar-benar mencintaiku, tunjukkanlah aku jodoh yang sebenarnya Ya Rabb”. Dan disaat ia membuka mata tiba-tiba saja sosok hangat itu muncul dari arah jendela rumah.

Tok...tok...tok...“assalaamu’alaikum...Mayang...” salam Rio.

“Wa..wa’alaikumsalam, apa itu mas Rio?” sahut Mayang terbata-bata seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Iya Mayang ini aku mas Rio”

Dengan sigap Mayang langsung membuka pintu itu, dan masih dengan keadaan terperanga.

“Maaf mas mengganggu,  mas hanya ingin mengambil dokumen penting mas yang tertinggal” ujarnya. Tanpa basa basi Rio masuk kekamarnya dan mengambil beberapa foto dari album pernikahannya. Tak sengaja Mayang melihat Rio “Hmm rupanya mas masih peduli dengan pernikahan kita” gumam Mayang.

Lalu Rio pun beranjak keluar setelah mendapatkan barang yang ia tuju, mesin motorpun mulai dihidupkan, dan detik-detik itulah kerisauan Mayang semakin bertambah, ia merasa takut, takut akan kehilangan, namun ia pun takut akan pilihan yang salah.  

Dan entah kenapa di tengah kerisauannya tiba-tiba saja matanya tertuju pada sebuah cincin pernikahan yang melingkar dijari manisnya, sehingga memori pernikahannyapun seakan terekam kembali saat ia memandang cincin itu penuh arti.

Dalam hati ia bergumam “Jika aku membencinya, kenapa cincin ini selalu kupakai, kenapa dadaku berdegup kencang saat menatap wajah teduhnya, kenapa aku merasa kesepian saat ia tidak ada, kenapa aku harus menangis ketika ia akan pergi, apakah ini yang namanya benci? atau mungkinkah rasa benci itu telah hilang?” Mayang terdiam sejenak. “Tapi entah kenapa tiba-tiba aku merasa yakin bahwa aku mulai mencintainya, ya...aku rasa aku menyayanginya dan ku pun jatuh cinta padanya...” gumamnya.

Brum…Brum…suara motor Rio pun terdengar, dengan tergesa-gesa ia hampiri Rio yang siap mengendarai motornya. Dan tanpa basa-basi lagi ia pun berteriak.

“JANGAN PERGI MAS!!!” teriak Mayang, Rio pun membuka helmnya dan menoleh.

”TEGAKAH MAS MENINGGALKAN SE..SESEORANG….Eee…YANG MULAI MENCINTAI MAS?!” berkata dengan gugup namun lantang.

Rio pun hanya menjawab dengan senyum simpulnya, seakan mengerti maksud perkataan Mayang, sebuah perkataan yang selama ini ia harapkan dari Mayang.

Dan seketika itu pula mesin motor berhenti, pelukan hangatpun terjadi. Kini Mayang menyadari hikmah itu pasti ada disetiap kejadian, karena Allah swt Maha Pengasih juga Penyayang terlebih kejadian itulah yang mempertemukan dirinya dengan mas Rio. Setidaknya itulah hikmah yang berhasil Mayang tangkap dari masalahnya.  

Depok, 26 Desember 2010